Dulu waktu
saya SMA, semangat banget yang namanya daftar PMDK, buat cadangan kalo keterima
di kampus negeri bisa pamer ke temen temen kalo bisa dapet PTN secara nilai akademis,
hampir 40% temen seangkatanku mencoba mendaftar PMDK. Dan aku pun mencoba salah
satu PTN yang menurutku enggak favorit, tapi pertama membuka pendaftaran
setelah kampus negeri lainnya. Aku nggak berharap keterima, hanya usaha untuk
mendaftar, kalo keterima ya Alhamdulillah, kalo enggak aku harus ekstra keras
belajar untuk SNMPTN. Sebulan kemudian,
berita tak terduga, hanya dua orang yang keterima di kampus yang aku coba itu,
aku dari kelas ilmu sosial dan satu temenku kelas ilmu alam. Rasanya bersyukur
luar biasa dan sedih bukan main. Nah lho, kenapa sedih, karena saya memilih fakultas
senirupa, memang bukan paksaan orang lain, tapi saya memilih asal memilih, bukan keyakinan memilih.
Karena sehari hari saya nggak hobi menggambar, hanya penikmat seni, saya lebih
suka mendengarkan musik. Disisi lain, orang tua selalu support aku untuk bisa
bertahan di jurusan ini. Dan mamaku yakin banget masih bisa mewujudkan salah
satu cita-cita ku salah satunya keliling dunia.
source: www.laurenceking.com
Lima bulan
kemudian, aku mengikuti prosedur yang ada, dan nggak bisa ikut SNMPTN karena
waktunya bersamaan dengan registrasi ulang keterimanya PMDK. Sebulan kemudian diadakan
OSPEK, dan kenal mulai berkenalan dengan teman satu per satu. Selama itu saya
mengalami culture shock yang amat berat sampai 2 tahun tak hanya itu, pada masa kuliah nilai IPK
seperti kuda lumping, nggak ada bagus bagusnya, dan aku nggak bisa menggambar
bagus seperti teman-teman saya yang berbakat di dunia senirupa. Dibalik
kesusahan yang aku alami ada sesuatu yang membuat saya bertahan, yaitu semangat
yang ditolerkan mahasiswa sangat kuat, saya meluangkan waktu hanya untuk jaga
stand pameran seni, panitia ospek, rapat bersama ormawa fakultas, bukan mencari
eksis di kampus, tapi mencari apa yang membuat saya senang. Walaupun saya sudah
memasuki semester akhir ternyata saya masih kesulitan mencari comfort zone. Di
awal kuliah saya tak sengaja bertemu teman lain jurusan, rasanya klop ketemu
beliau, ya banyak waktu kuhabiskan dengannya. Ya pertemanan kadang seperti
mencari pacar, kalo sudah tahu baik buruknya rasanya pengen mencari yang baru.
Dan namanya juga teman adakalanya pasang surut.
Di tahun
ketiga, sikap pendewasaan sesama teman mulai muncul, walau dengan progress yang
tidak pasti. Perlahan lahan mempunyai teman dekat baru dari satu jurusan, tapi
jangan harap teman dekat selalu ada buat kita, dan sebaliknya. Dan plus minus
yang harus saling menghormati, contohnya dalam mengerjakan tugas individu nggak
bisa saling ngasih contoh/contekan, atau ngelihat karya karya dari temen temen. Kita harus terima dengan
keadaan itu, atau ada acara kumpul kumpul, saya nggak diajak, saya pun harus
paham bahwa itu hak teman untuk mengundang bahkan tidak dalam acara mereka.
Menuju tahun
terakhir,saya baru merasa bangga bisa masuk dunia senirupa. Karena jurusanku
mengadakan event mahasiswa tingkat nasional, kebetulan saya menjadi panitia, Apalagi aku bisa ngobrol dengan seorang
desainer hebat, nggak hanya itu dinner semeja di restoran herritage bahkan
menemani beliau selama 3 hari di kota pelajarku ini. Dan selama beberapa hari
itu, beliau mendorong saya untuk “selalu semangat, mengerjar impian, jangan
takut salah, jangan takut jatuh. Karena kita butuh desainer muda seperti kamu
kamu ini, pengetahuan bisa berkembang dengan seiring waktu, yang dibutuhkan
dalam bekerja adalah personality” dari perkataan itu, rasanya aku pengen
cepetan lulus, mengejar tugas akhir yang ingin segera kuselesaikan. Doain ya,
tahun ini bisa wisuda. Rasanya Tuhan selalu memberiku kejutan hidup yang sangat
luar biasa untuk disyukuri.
source : magic-jowol.deviantart.com
No comments:
Post a Comment